Pluralitas adalah omong kosong para megalomaniac, untuk melancarkan promosi kapitalisasi menuju era transformasi buta nurani. Melodrama ini menjadi signifikan di zaman dimana kredibilitas sumber daya manusia bukan segala-galanya menjadi tautan sebuah intelektual, kedahsyatan teknologi maupun mutakhirnya generasi masa depan. Ini bukan prakiraan dan anekdot tentang futurisasi, tapi sekedar kegelisahan yang membakar otak kanan untuk segera menuntaskan secara diskriteria sebuah kultural zaman, karena kurikulum saat ini membuat kita mesti berpaling pada apa yang terjadi disekitar kita, yang terbersit di benak kita atau yang memaksa mengusik di angan kita. Hanya ingin mengingatkan kepada semua, bahwa distorsi tidak hanya ada dilingkungan hijau tapi lebih pada essensi kemanusiaan, yang berkontaminasi dan bila perlu bisa membinasakan moralitas dan energi budaya berpikir para makhluk paling cerdas di planet ini. Andai kita bisa menarik ulur sebuah kesempatan, mungkin zaman dimana kebohongan adalah budaya ini bisa kita lewati secepatnya tanpa harus merusak sistematisasi mayapada ini, dan bila saja kita bisa membrowsing waktu sekehendak kita maka era ini terlewati begitu saja demi sebuah kenyamanan berpikir, berkreasi, dan menunjukkan eksistensi intelektual. Kita hanya bisa berdoa dan berusaha untuk segera keluar dari penjara kebodohan, penyeragaman kultur, ide dan kenyamanan demi status sebagai manusia penjaga dunia dan wakil Tuhan Sang Pengkreasi Dunia.... Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar