Bisma tumbuh menjadi seorang ksatria yang gagah perkasa dan berbudi luhur. Prabu Santanu sering mempercayakan kerjaan Hastina kepada Bisma, sementara dirinya pergi berburu. Ini disebabkan oleh janji sang prabu kepada dirinya sendiri untuk tidak menikah lagi karena teringat akan cintanya kepada Dewi Gangga, untuk menghilangkan rasa rindunya kepada Dewi Gangga sang prabu sering pergi berburu. Saat sedang pergi berburu di dekat kali Yamuna, sang prabu mencium bau harum disekitarnya. Sang prabu menjadi bingung karena didekat situ adalah desa nelayan yang berbau amis. Ketika ditelusuri, sang prabu melihat seorang wanita cantik yang mengeluarkan bau harum dari badannya. Terkesima, sang prabu mendekati wanita itu dan menanyakan namanya … sang putri menjawab bahwa dia beranama Setyawati anak seorang nelayan. Sang prabu kemudian bertanya kenapa badannya bisa berbadan harum dan oleh Setyawati dijelaskan bahwa badannya dulu berbau amis tapi menjadi harum setelah ditolong oleh begawan Parasurama. Setyawati bercinta dengan sang begawan dan badannya menjadi harum setelah melahirkan seorang anak laki yang berbadan amis bernama Abiyasa yang kini sedang bersama ayahnya menimba ilmu.
Sang prabu menjadi semakin tertarik pada Setyawati dan bertanya apakah Setyawati bersedia menjadi istrinya. Setyawati sebenarnya juga sudah tertarik pada Santanu, namun Setyawati telah berjanji hanya akan menikah dengan orang yang bisa memberikan keturunannya sebagai seorang raja. Setelah dijelaskan, sang Prabu menjadi bingung. Sang prabu memang seorang raja tapi tahta kerajaan Hastina selayaknya menjadi milik Bisma sebagai putra mahkota dan sang prabu tidak mau mengambil hak tersebut dari Bisma karena Bisma merupakan orang yang adil dan bijaksana, calon raja yang ideal. Selain itu, walaupun Bisma bersedia menolak tahta, keturunannya pasti akan menuntut hak atas tahta kerajaan Hastina dan akan pecah perang saudara. Dalam keadaan linglung dan berat hat, sang prabu terpaksa meninggalkan Setyawati menuju istana. Sang prabu terus menerus memikirkan Setyawati sehingga sering termenung, lupa makan dan akhirnya jatuh sakit karena badannya yang lemah. Bisma sebagai anak yang berbakti menjadi khawatir dan memanggil dokter dan tabib untuk menyembuhkan Prabu Santanu namun tak ada yang mampu. Salah seorang tabib berkata bahwa penyebab lemahnya sang prabu disebabkan oleh pikiran bukan oleh penyakit. Bisma kemudian mendekati ayahnya untuk bertanya apa yang menyusahkan ayahandanya. Oleh sang prabu kemudian dijelaskan segalanya, mengenai perjumpaan dengan Setyawati, persyaratan Setyawati mengenai tahta hastina.
Mendegar penuturan ayahnya, Bisma berjanji bahwa dia rela menyerahkan tahta Hastina demi kebahagaiaan ayahnya. Namung sang prabu menjelaskan bahwa keturunannya masih berhak atas tahta itu dan akan menututnya dikemudian hari. Bisma kemudian bersumpah dihadapan para dewata bahwa dia selamanya tidak akan menikah dan tidak akan mempunyai keturunan. Seketika petir menyambar dari langit, menandakan bahwa para dewata telah menyetujui sumpah Bisma. Para dewata memberi gelar Dewabharata kepada Bisma atas pengorbanannya yang besar dan Bisma diperbolehkan memilih waktu kematiannya sendiri. Setelah mendengar sumpah Bisma, Prabu Santanu kemudian berangkat untuk menyunting dewi Setyawati. Setyawatipun menjadi kagum kepada Bisma dan bersedia menjadi permaisuri Hastina.
Setyawati melahirkan dua orang putra, Citragada dan Wicitrawirya. Sesuai dengan janjinya, prabu Santanu menyerahkan tahta Hasina kepada Citragada sementara Bisma menjadi penasihat kerajaan. Citragada merupakan ksatria yang gagah sakti, ilmu yang diajarkan Bisma telah diserap semuanya. Sayangnya, Citragada menjadi sombong dan mulai menantang kesaktian raja2 disekitar Hastina. Bisma sebagai penasihat tidak bisa berbuat apa2 dan tidak lama Hastina telah menaklukkan negara2 tetangga. Tindakan Citragada yang dianggap merusak kedamaian telah mendapat perhatian para dewata yang kemudian mengirim seorang raja raksasa untuk menaklukkan Citragada. Sang raja raksesa turun ke mayapada dan menyamar sebagai Citragada untuk menantangnnya. Citragada terkejut melihat kembarannya menantang bitotama. Keduanya kemudian mulai bertarung dengan serunya. Pada awalnya mereka terlihat seri, tapi kemudian Citragada gadungan mengeluarkan kesaktiannya dan dalam sekejap Citragada yang asli telah terkapar tak bernyawa. Para ponggawa yang menyaksikan pertarungan ini bersorak2 karena mereka mengira bahwa Citragada gadungan yang telah perlaya. Citragada gadungan kemudian menjelaskan bahwa yang perlaya ialah Citragada asli dan melesat kembali ke kahyangan.
Dengan gugurnya Citragada, Wiciyacitra diangkat sebagai raja Hastina. Wicitrawirya tidak sakti seperti Citragada dan menurut kepada Bisma. Setyawati sebagai sang ibu menjadi khawatir dengan keturunannya karena Citragada meninggal tanpa keturunan sementara Wicitrawirya tidak sesakti kakaknya sehingga sulit untuk meminang putri. Setyawati menyampaikan kekhawatirannya kepada Bisma dan Bisma berkata bahwa dia akan pergi untuk meminang ketiga putri dari kerajaan Kasi yang sedang mengadakan sayembara untuk mencari suami. Dewi Amba, Ambalika dan Ambika terkenal kecantikkannya dan banyak ksatria dan raja yang datang untuk meminangnya.
Ketika tiba, Bisma segera menuju ke tengah lapangan dan dengan nyaring menyatakan bahwa ketiga putri akan dibawa ke Hastina olehnya, jika ada yang tidak setuju silahkan maju menantang dirinya. Para kstaria dan raja yang hadir menjadi terhina dan segera menantang Bisma, tapi satu persatu mereka dikalahkan oleh kesaktian Bisma. Kemudian datang seorang ksatria bernama Salya yang sebenarnya adalah kekasih Dewi Amba. Salya merupakan ksatria yang sakti namun kesaktiannya masih dibawah Bisma, berkali2 dirinya dipaksa mencium tanah oleh Bisma. Namung Salya tidak menyerah dan terus menyerang, Bisma akhrinya menjadi bosan dan berniat mengakhiri pertarungan. Dengan sebuah pukulan dashyat dari Bisma, Salya terkapar tak bernyawa. Melihat kesaktian Bisma, tak ada lagi yang berani menantang Bisma dan ketiga putri Kasi dibonyong Bisma ke Hastina. Setibanya di Hastina, ibu Setyawati gembira melihat Bisma berhasil membawa ketiga putri sebagai menantunya. Ambika dan Ambalika langsung tertarik oleh Prabu Wiciyactira, kecuali dewi Amba yang mencintai Salya. Dewi Amba kemudian datang menuntut kepada Bisma untuk mengawini dirinya karena sebenarnya Bismalah yang telah membunuh Salya pujaan hati Dewi Amba. Bisma yang telah bersumpah untuk tidak menikah segera menolak Dewi Amba, namun Dewi Amba bersikeras kepada Bisma untuk melakukan hal yang benar. Untuk menakut nakuti Dewi Amba, Bisma mengeluarkan panah pusakanya dan mengancam Dewi Amba untuk menikahi Wicitrawirya. Tak diduga, Dewi Amba tiba tersandung dan tubuhnya tertusuk panah Bisma. Sebelum Dewi Amba menghembuskan napas akhirnya di pangkuan Bisma, Amba memohon pada dewata agar dapet menitis kembali ke mayapada dan pada saat itu dirinya akan datang menjemput Bisma untuk hidup bersama di kahyangan. Para dewata menyetujui permohonan Dewi Amba dan dikemudian hari roh Dewi Amba akan menitis kepada Srikandi anak Prabu Drupada dan Dewi Gandawati dari Pancala (saudara Drupadi dan Drestajumena). Dewi Ambalika dan Ambika bersedih mendengar bahwa kakanya telah meninggal namun segera terlupakan karena mereka bahagia menjadi istri Prabu Wicitrawirya. Sayangnya, Prabu Wiciyacitra meninggal sebelum mempunyai keturunan. Akibatnya, Hastina tidak memiliki raja dan untuk sementara Bisma bertugas untuk mengurus kerajaan. Ibunda Setyawati yang kebingungan meminta tolong anak sulungnya, Begawan Abiyasa. Begawan Abiyasa merupakan orang yang sangat sakti dan arif bijaksana tapi penampilannya mengerikan, kulitnya hitam, rambutnya gembel, badannya bau amis, matanya buta satu dan kakinya pincang. Oleh ibunda Setyawati, diatur supaya Begawan Abiyasa membuahi Dewi Ambalika dan Ambika. Namun kedua putri itu terkejut ketika melihat penampilan Begawan Abiyasa, Dewi Ambalika menutup matanya terus sementara Dewi Ambika memalingkan mukanya.
Begawan Abiyasa memang sakti, tak lama kemudian tampak bahwa kedua Dewi telah berbadan dua. Ketika lahir, kedua bayi mempunyai kelainan. Anak yang sulung lahir buta karena Dewi Ambalika terus menerus menutup matanya dan diberi nama Dasarata. Anak kedua lahir dengan tubuh putih pucat pasi karena Dewi Ambika yang pucat melihat Begawan Abiyasa dan juga kepala agak tengeng sedikit akibat memalingkan kepala diberi nama Pandu. Ibunda Setyawati menjadi kecewa dan meminta Abiyasa untuk memberi satu anak lagi. Kedua dewi terkejut mendegar berita ini kemudian mereka mempunyai rencana untuk mendadani seorang pelayan sudra untuk menggantikan mereka. Begawan Abiyasa yang sakti dan bijaksana mengetahui tipu muslihat mereka tapi berpesan kepada Ibunda Setyawati untuk memperlakukan anak itu seperti anaknya sendiri karena bagaimanapun juga anak itu adalah anak Abiyasa. Ketika lahir, putra ketiga ini diberi nama Widura. Begitulah ceritanya leluhur pendawa, keturunan Dasarata adalah Kurawa sementara Pandu berketurunan Pendawa Lima.
versi mahabharata original
Bhisma adalah putra sulung Shantanu dari istri pertamanya Dewi Gangga. Terlahir dengan nama Devabrata. Nama Bhisma sendiri berarti “He of Terrible Oath”. Didapatkan karena sumpahnya untuk tidak menikah selama hidupnya dan setia kepada siapapun yang duduk di tahta ayahnya.
Bhisma mengucapkan sumpah ini karena ketika ayahnya, Shantanu, hendak menikahi gadis nelayan Satyavati, ayah Satyavati menolak karena cucunya kelak tidak mungkin menjadi raja Hastinapura. Ketika Bhisma bersumpah tidak akan menjadi raja, ayah Satyavati masih berdalih bahwa keturunan Bhisma akan berontak dan mengambil alih tahta dari keturunannya. Akhirnya Bhisma mengucapkan sumpahnya untuk tidak menikah seumur hidupnya. Karena merasa terharu atas bakti puteranya, Shantanu menganugerahkan karunia kepada Bhisma: Bhisma dapat menentukan sendiri waktu kematiannya.
Bhisma adalah seorang prajurit dan pemanah yang hebat. Dalam proses menemukan istri untuk Vichitravirya (putra Satyavati). Suatu ketika ia mengikuti sayembara di negeri Kashi untuk memenangkan putri Amba, Ambika, dan Ambalika. Ia mengalahkan semua peserta yang lain dalam sayembara itu sehingga memenangkan ketiga puteri raja tersebut. Tanpa sepengetahuan Bhisma, Salya raja negeri Saubala saling jatuh cinta dengan Amba. Ketika Bhisma kembali ke Hastinapura dengan para puteri itu, Salya menghadang di tengah jalan dan manantang Bhisma untuk memperebutkan Amba. Setelah pertarungan yang melelahkan, Salya mengaku kalah dan melarikan diri. Setelah tiba di Hastinapura, Amba memberitahu Bhisma bahwa ia hanya mau menikah dengan Salya dan tidak dengan orang lain. Ketika Bhisma mengirimnya ke Salya, Salya tidak mau menerima karena malu telah kalah perang melawan Bhisma. Ketika kembali ke Hastinapura, Vichitravirya juga menolaknya sebagai wanita yang telah mencintai orang lain. Hal ini membuat Amba membenci Bhisma yang dianggapnya sebagai sumber dari segala penderitaannya. Amba kemudian melakukan pengorbanan kepada Shiva dan memperoleh pengabulan permintaan bahwa suatu saat ia akan memegang peranan penting dalam kematian Bhisma. Amba akan terlahir di Panchala sebagai seorang puteri Raja Drupada, yang atas pengabulan permintaan yang lain berubah menjadi Shikandi dan menjadi penyebab kematian Bhisma.
Kesalahan terbesar Bhisma mungkin adalah membiarkan terjadinya permainan dadu antara Pandava dan Kaurava serta membiarkan Kaurava mempermalukan Draupadi yang menjadi titik awal dari perang antara kedua belah pihak. Bhisma sebagai sesepuh di Hastinapura tidak berbuat apa-apa untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Dalam perang Bharatayudha, Bhisma berpihak kepada Kaurava karena terikat sumpahnya untuk setia kepada tahta Hastinapura. Walaupun sebenarnya enggan berperang melawan Pandava. Pada suatu waktu, kesaktian Bhisma ditambah dengan keengganan Arjuna untuk melawannya hampir membuat Khrisna melanggar sumpahnya untuk tidak ikut bertempur. Khrisna hampir menyerang Bhisma dengan Cakra Sudharsana, sebelum akhirnya dihentikan oleh Arjuna yang berjanji untuk berkelahi sepenuh hati melawan Bhisma.
Bhisma akhirnya dikalahkan oleh Arjuna pada hari kesepuluh Bharatayudha. Dalam pertempuran terakhir itu Arjuna berlindung di belakang ksatria yang lain: Shikandi. Bhisma mengetahui bahwa Shikandi terlahir sebagai seorang perempuan dan baginya membunuh seorang perempuan bukanlah perbuatan yang layak bagi seorang kshatria. Ia akhirnya jatuh dengan tubuh dipenuhi oleh panah Arjuna. Bhisma terbaring di ‘tempat tidur dari panah’ sampai perang Bharatayudha berakhir.
Resi Bhisma atau Resi Bisma, kakek dari para pandawa dan kurawa dalam wiracarita Mahabharata. Nama Bisma berarti Maha Dahsyat. Bisma adalah anak Prabu Sentanu, Rata Astina dengan Dewi Gangga/Dewi Jahnawi (dalam versi Jawa). Waktu kecil bernama Raden Dewabrata yang berarti keturunan Barata yang luhur. Ia juga mempunyai nama lain Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh wayang yang tidak menikah yang disebut dengan istilah Brahmacari. Berkediaman di pertapaan Talkanda. Bisma dalam tokoh perwayangan digambarkan seorang yang sakti, dimana sebenarnya ia berhak atas tahta Astina akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari perpecahan dalam negara Astina ia rela tidak menjadi raja.
Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Ia mengikuti sayembara untuk mendapatkan putri bagi raja Astina dan memboyong 3 Dewi. Salah satu putri yang dimenangkannya adalah Dewi Amba dan Dewi Amba ternyata mencintai Bisma. Bisma tidak bisa menerima cinta Dewi Amba karena dia hanya wakil untuk mendapatkan Dewi Amba. Namun Dewi Amba tetap berkeras hanya mau menikah dengan Bisma. Bisma pun menakut-nakuti Dewi Amba dengan senjata saktinya yang justru tidak sengaja membunuh Dewi Amba. Dewi Amba yang sedang sekarat dipeluk oleh Bisma sambil menyatakan bahwa sesungguhnya dirinya juga mencintai Dewi Amba. Setelah ruh Dewi Amba keluar dari jasadnya kemudian mengatakan bahwa dia akan menjemput Bisma suatu saat agar bisa bersama di alam lain dan Bisma pun menyangupinya. Diceritakan ruh Dewi Amba menitis kepada Srikandi yang akan membunuh Bisma dalam perang Bratayudha.
Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi Setyawati, istri Parasara yang telah berputra Wiyasa. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citragada dan Wicitrawirya, yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu.
Setelah menikahkan Citragada dan Wicitrawirya, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citragada dan Wicitrawirya diserahkan pada Wiyasa, putra Durgandini dari suami pertama. Wiyasa lah yang kemudian menurunkan Pandu dan Destarata, orangtua Pandawa dan Kurawa.
Dalam perang Baratayuda, Bisma berpihak pada kurawa. Beliau pernah dikutuk oleh seseorang yang mencintainya dan tak sengaja dibunuhnya yaitu Dewi Amba. Putri ini lalu menitis pada Srikandi dan membunuhnya di perang Bharatayudha.
Bhisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. Kurawa memberinya tempat pembaringan mewah namun ditolaknya, akhirnya pandawa memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah): sarpatala. Tetapi ia belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayudha.
Bisma dalam Versi Pewayananga Jawa
dalam kisah wayang jawa, amba sangat mencintai bhisma, ketika sayembara cari jodoh itu berahir amba ngintilin bhisma kemanapun, bahkan amba gak mau jauh jauh dari kekasihnya itu. tapi bhisma yang juga mencintai amba ingat akan sumpahnya, dengan berat hati dia ketika malam tiba melarikan diri dari keraton dan bermaksud meninggalkan amba. ternyata amba tahu kalo kekasihnya yang tampan itu bermaksud meninggalkanya, dia pun menyusul ke perbatasan dan mencoba dengan kemanjaanya menggodeli bhisma. bhisma bermaksud menakut nakuti amba dengan mempersiapkan panah, eh malah amba nekat, dan ahirnya karena salah teknik akibat gemetaran antara menahan rasa cinta dan memenuhi sumpah, bhisma melontarkan panah itu, dan menembus tubuh amba. amba berjanji sebelum mati, bahwa dia akan menjemput kekasihnya ketika waktu matinya tiba, karena amba tahu bahwa dalam kehidupan mereka tak akan bisa bersatu, tapi setelah kematian, mereka akan menjadi suami istri.
dalam kisah wayang jawa, srikandi juga ikut memanah dan bertarung melawan bhisma, bahkan saat itu srikandi tak bisa banyak berbuat, sampai di awang awang arwah amba melihat bahwa sudah waktunya menjemput suaminya bhisma. maka dia masuk ke raga srikandi.saat melihat amba masuk ke raga srikandi maka bhisma tahu hal ini dan tersenyum….sambil membuka dadanya dia berkata “adiku amba, sudah waktuku untuk kembali, ayo amba ambil nyawaku” sambil tersenyum dan berlari ke arah srikandi. lalu panah srikandi menembus dada bhisma disusul panah harjuna, dan arwahya di ambil oleh amba, kembang berjatuhan ketika arwahnya dibopong oleh istrinya yang setia amba. bhisma dan amba di dunia mungkin tak bersatu, tapi di sorga pengrantunan mereka ibarat pengantin baru, dan bebaslah bhisma dari sumpahnya.
Ebet Kadarusman
Ini Salya yg mana? Salya Narasoma? Kakaknya Dewi Madrim? Mertua Duryudana? Kok jadi kisruh critanya?
BalasHapus